Erreot - Erlyna
Tugas Terbaik Kelas Menulis Cerpen Erotika
Erreot
Erlyna
Angin kemarau yang berputar-putar terasa begitu kental oleh
aroma pekat yang berasal dari mani dan keringat. Awan-awan di langit
menggeliat, seolah-olah berusaha menjaga pandangan purnama yang benderang dari
noda sekumpulan hiburan maksiat. Di dalam sebuah bangunan tanpa sekat, sekumpulan
wanita dan laki-laki saling bertukar keringat, sesekali saling menjilat, lalu
bergantian mencoba berbagai posisi demi menciptakan puncak rasa nikmat.
Suasana sekitar bangunan itu tampak remang-remang, bahkan
cenderung redup untuk ukuran sebuah tempat hiburan paling terkenal, yang setiap
hari didatangi pengunjung dari berbagai penjuru dengan mengantongi dompet tebal
berlipat-lipat, tetapi selalu haus akan rasa puas yang didapat.
Tidak jauh dari bangunan itu, sebuah rumah berlantai dua
dengan papan nama bertuliskan “Erreot” terpasang dengan lampu warna-warni yang
menyala mengelilinginya. Seva, pemilik rumah itu, membungkukkan badan sembari
mengantar kepergian pengunjung perempuan berambut pendek yang berlalu begitu
saja. Setelah pengunjung itu hilang ditelan kegelapan malam, Seva membalikkan
badan dan melangkah mendekati meja besar di ruang utama, memasukkan kembali
vagina berbagai ukuran ke dalam kotak kaca, lalu menatanya di sebuah lemari
khusus berpendingin sebelah kanan yang menyatu dengan dinding.
Ia lalu memeriksa kotak daur ulang, menatap sepotong penis
milik pengunjung perempuan berambut pendek tadi yang kini masih
menggeliat-geliat lemah. Ia harus cepat-cepat memasukkannya ke dalam mesin
penggiling sebelum benda lonjong sepanjang telapak tangannya itu berhenti
bergerak. Saat ia tengah memeriksa pergerakan mesin daur ulang mengolah
kemaluan bekas yang sudah dihancurkan untuk kemudian dicetak kembali menjadi
baru, terdengar suara berdentang genta yang dipasang di pintu.
Seorang wanita berambut jagung datang sambil sesekali
menggigit bibir bawahnya, napasnya yang putus-putus diakhiri desahan penuh
penekanan persis seperti orang yang kelelahan meniup balon, sementara matanya membeliak
seolah-olah sedang berusaha membenarkan lensa kontaknya yang tidak kunjung
terpasang dengan benar. Namun, tentu saja bukan itu yang terjadi. Sosoknya yang
melangkah dengan sempoyongan tampak menarik-narik kerah blus yang sudah melar
dan memperlihatkan separuh buah dadanya yang menggantung serupa pepaya, bahkan
puting kanannya sempurna terlihat saat ia tiba di depan meja besar dan menanggapi
tatapan Seva, yang bertanya tanpa suara perihal kedatangan wanita itu.
“Tol---”
Wanita itu mengerang keras sebelum sempat menyelesaikan
ucapannya. Seva lalu menggamit tangan wanita yang sudah datang ketiga kalinya
dalam seminggu itu, menyuruhnya masuk lalu membantunya merebahkan tubuh kurus tersebut
ke atas ranjang yang dilapisi kain beludru.
Erangan yang terdengar berganti nada panjang mirip suara
cekikan, diikuti dengan gerakan sang wanita yang refleks menanggalkan pakaian
yang dikenakan.
Seva langsung tahu apa yang terjadi saat wanita itu telentang
sambil mengangkang selebar-lebarnya. Benda itu ada di sana, terjepit dan
sesekali memberontak persis ekor cecak yang sengaja ditinggalkan tuannya.
“Cepat! Keluarkan benda sialan ini!”
Tanpa menunggu lama, Seva langsung menyiapkan kotak
peralatannya, mencungkil benda yang terus bergerak melepaskan diri itu dengan
cepat lalu memasukkannya ke dalam kotak daur ulang.
“Sial! Laki-laki uzur itu seharusnya tidak main-main dengan
kelaminnya. Mentang-mentang kaya, bisa seenaknya bergonta-ganti!”
Wanita itu terus meracau, menyumpahi laki-laki yang semalam
tidur dengannya lalu meninggalkan kalamnya begitu saja.
“Anda ingin mengganti dengan yang baru?”
“Tidak! Jahit saja sobekannya seperti biasa.”
Seva mengangguk pelan, lalu mulai menyiapkan peralatan
menjahitnya. Karena bukan pertama kalinya wanita itu datang, Seva sudah
mengetahui tusuk apa yang diinginkan meski pada akhirnya ia tahu jahitannya
akan robek lagi mengingat pekerjaan sang wanita yang selalu melayani orang-orang
yang tidak pernah puas.
“Kamu pernah merekomendasikan tusuk silang, bukan?”
“Ya. Waktu itu Anda menolak karena---“
“Gunakan itu untuk kali ini. Aku mungkin tidak akan datang
lagi.”
Seva mengangguk sambil menyiapkan benang dan jarum yang baru
saja dikeluarkan dari kotaknya. Ia tidak perlu banyak bertanya perihal alasan
si wanita itu karena bukan bagian dari pekerjaannya.
Wanita itu mengerang saat Seva menusukkan jarum dan mulai
menjahit kemaluannya yang koyak. Ini bukan pertama kalinya ia melakukan, tetapi
ia selalu merasakan sebuah sensasi aneh tiap kali menatap kemaluan milik para
pengunjung yang datang ke tempatnya, meski ia tidak pernah benar-benar
menunjukkannya. Sensasi itu mungkin mirip seperti orang ketakutan karena ia
merasakan bulu kuduknya meremang dan suasana berubah menjadi lebih dingin,
tetapi di saat yang bersamaan pula ia merasakan aura panas yang pengap, persis
seperti pasangan bercinta yang tengah berusaha keras menuju orgasme.
Memakai tusuk silang artinya ia akan menarik lebih banyak bibir
vagina untuk kemudian dirapatkan satu sama lain. Hanya sebagian memang, tetapi
itu artinya sang pemilik memutuskan untuk tidak lagi menggunakan vaginanya
untuk kepuasan atau bersenang-senang. Barangkali saja pengunjung wanita itu
hendak berhenti dari pekerjaannya, atau mungkin hanya istirahat sebentar, atau
entahlah. Seva berusaha untuk tidak peduli.
“Tunggu! Bagaimana jika kamu menggantinya saja? Bukan dengan
yang baru, tetapi dengan jenis yang lain.”
Seva yang sedang fokus menjahit tiba-tiba menghentikan
gerakan tangannya di udara. Ditatapnya sang wanita yang sudah berhenti
mendesah-desah dan kini sedang mengangkat kepalanya dalam posisi telentang,
berusaha melihat reaksi Seva.
“Anda ingin menggantinya dengan---“
“Ya. Kamu punya barang yang cocok untukku?”
Seva menghela napas. Pengunjung wanita yang selalu
menyebutkan namanya dengan berbeda-beda tiap kali datang itu, rupanya memiliki
kebiasaan memotong ucapan orang lain. Pantas saja ia selalu berakhir di Erreot
dengan penis terpotong yang terselip pada kemaluan miliknya. Barangkali itu
adalah karma baginya.
Karena permintaan sang pengunjung wanita yang tiba-tiba, Seva
terpaksa menghentikan jahitannya. Ia lalu bangkit mendekati lemari besar di
sisi kiri, membuka salah satu pintu yang langsung memperlihatkan deretan kotak
kaca berisi penis dengan berbagai ukuran.
“Anda menginginkan ukuran atau bentuk tertentu?”
Pengunjung wanita itu bangkit, melangkah dengan
terkangkang-kangkang lalu mendekati Seva yang sedang membuka kunci untuk
membuka pintu lemari besar lebih lebar lagi.
“Astaga!”
Pengunjung wanita itu melongo sambil menengadah. Ini bukan
pertama kalinya ia datang, tetapi ini pertama kalinya ia benar-benar memercayai
bahwa tempat bernama Erreot ini benar-benar surga kelamin seperti yang santer
dibicarakan orang-orang.
“Silakan pilih mana yang Anda inginkan.”
“Menurutmu bentuk seperti apa yang cocok untukku?”
Seva menatap pengunjung wanita itu dari kepala hingga kaki,
lalu menatap deretan kotak kaca di hadapannya. Pandangannya tertuju pada kotak
nomor tujuh belas yang kemudian dikeluarkannya dari lemari.
“Bagaimana dengan ini?”
Pengunjung wanita itu memelotot ketika Seva membuka kotak
kaca yang berembun di hadapannya. Sebuah kalam cokelat tua dengan panjang lebih
dari sejengkal itu bergerak-gerak mirip cacing kepanasan. Ukurannya yang
sebesar genggaman membuat pengunjung wanita itu ragu-ragu.
“Apakah ini tidak berlebihan? Bagaimana jika terasa terlalu
berat?”
“Menurut saya ini cocok dengan karakter Anda.”
“Hei!”
“Anda mau mencobanya dulu?”
Setelah diam cukup lama untuk menimbang-nimbang, wanita itu
akhirnya mengangguk setuju. Ia kembali telentang sambil mengangkang, sedangkan Seva
mengiris vagina wanita itu dengan cepat, memasukkannya ke dalam kotak daur
ulang, kemudian mengeluarkan alat kelamin baru dari kotak kaca yang sudah
dihangatkan. Ia memasangnya dengan hati-hati pada tempat bekas irisan vagina
lalu menjahit tepinya dengan telaten.
Tiba-tiba wanita itu mendesah. Desahan yang panjang dan
dalam, membuat bulu kuduk Seva ikut meremang. Ia bergegas bangkit menjauh saat
wanita itu menggelinjang hebat sambil memainkan kelamin barunya. Jari-jari
tangan sang wanita yang dihiasi kuteks merah menyala terus menari-nari di
sela-sela selangkangnya, semakin lama gerakannya semakin cepat, seiring dengan
tubuhnya yang menegang dan sepasang matanya yang nyalang ke atas, mulutnya yang
terbuka menjulurkan lidah dengan air liur yang menetes.
Seva bergeming menatap pemandangan di hadapannya. Ia lalu
meraih gunting dari kotak peralatan, mendekati sang wanita lalu menggunting
rambut panjang pengunjung itu hingga hanya menyisakan beberapa senti di bawah
telinga. Setelahnya ia menatap kemaluan wanita itu yang baru saja menyemburkan
cairan putih kental yang terasa hangat karena beberapa percikannya mengenai
pahanya. Seva menahan diri untuk tidak ikut larut dalam pesta kenikmatan milik
sang wanita yang kini melolong-lolong sambil menggelepar, yang sepertinya akan
mulai terbiasa dengan kelamin barunya.
“Anda menyukainya?”
“Ya. Ini menyenangkan.”
Wanita itu meraih pakaian yang tadi ia tanggalkan dan hendak
memakainya, tetapi buru-buru ditepis oleh Seva. Sebagai gantinya, ia memberikan
sebuah kemeja kebesaran dan celana panjang, yang kemudian dipakai wanita itu
dengan cepat. Pengunjung wanita itu menyerahkan sebuah amplop berisi uang yang
semula terselip dalam lipatan blusnya, lalu melangkah keluar tanpa mengatakan
apa-apa lagi. Seva mengantarnya dalam diam, lalu kembali membalikkan badan
setelah pengunjung itu ditelan kegelapan.
Seva mendongak menatap purnama pucat, yang tiba-tiba saja
mengingatkan dirinya pada warna mani yang tadi menciprati pahanya. Seva
buru-buru masuk dan berniat untuk mandi membersihkan diri. Namun, saat melewati
lemari besar yang ternyata belum ia tutup kembali, pandangannya tertuju pada deretan
kelamin yang bergerak-gerak banyak sekali. Bulu kuduknya kembali meremang,
diikuti hawa dingin menusuk yang membuatnya gelisah.
Selama ini ia selalu berhasil mengendalikan diri. Namun,
apakah ia perlu juga mencobanya sesekali? Toh, tidak akan ada yang menyadari.
Dengan perlahan, dikeluarkannya sebuah kotak kaca dengan
nomor delapan di bagian tutupnya. Ditatapnya alat kelamin laki-laki yang
menurut catatan baru selesai dicetak dua hari yang lalu. Seva menarik napas, mengeluarkan
benda tersebut lalu mengangkatnya tinggi-tinggi seakan-akan memastikan bahwa
tidak ada cacat yang terlihat.
“Apa yang kamu lakukan?”
Seva terkejut seketika, membuat kelamin baru yang baru saja dikeluarkannya
jatuh lalu menggelepar-gelepar di lantai. Sebuah suara baru saja membuat
dirinya serasa ingin menghilang saat itu juga. Suara yang sangat dikenalnya.
Suara kekasihnya. []
Pwr, 17 Agustus 2024