TUGAS AKHIR KELAS PUISI


Asmara Semesta
Hami Hita

Tidak ada kekejaman saat
pagi membunuh malam.
Atau siang,
berselingkuh dengan senja 
menikung sore.
Lalu meninggalkannya
untuk pernikahan berikut
bersama gelap dan sedikit
terang bulan.

Semua berjalan damai saja
Bahkan semesta akan meludah
bila mereka menolak melakukannya.

Tidak ada kematian
saat matahari menikam bulan
Mengajuknya dini hari
dengan mengintip dibalik awan.

Semua akan baik-baik saja
bahkan semesta akan diam-diam turut berbahagia.

Matahari kembali merekah
Bulan tetap sumringah.
Perselingkuhan keduanya tetap terulang.

Tidak ada yang sakit hati.

Medan, 2025





Kita dan Secangkir Kopi di Bulan Mei
Hosiah Nasir

Sejak daun-daun ketapang menguning, lalu 
lunglai, dalam timangan angin
di teras belakang rumah yang
kau ingin tak selalu dingin 

Simpul-simpul doa
kutambatkan pada tiang-tiang 
di malam-malam basah
di tahun-tahun yang diam

Benih-benih kusemai, tapi
gulma tumbuh subur di benakmu
memanggil sayap-sayap pemangsa 
kupu-kupu yang masih belajar terbang

Malamnya, kita saling berjanji
menuang perbincangan dalam secangkir kopi
menyesapnya, pelan sekali
agar remang bulan tak terusik

Meski kadang 
keraguan memasung keyakinan
waktu tak akan menyerah 
mengajarkan merah merebak 
pada kelopak mawar-mawar tabah



Lampung, 2025


Sepotong Pagi
Karya: Elle Geraldine

Aku terbangun di sebuah kamar
sempit dengan jendela kecil
Terdapat laci tempat ku simpan
rindu-rindu dan 
setumpuk ingat yang membiru
Kurekatkan satu persatu mimpi 
setiap hari
Potongan pagi dan seutas senja
yang selalu tersaji 
Menghiasi dinding yang dingin
dan penuh air mata

Di pelupuk tampak bayang 
ibu menawarkan peluk penuh hangat
dengan mata rentanya yang berkaca
Ayah dengan wajah tenangnya 
hanya tersenyum lalu
Membiarkan aku menaiki tangga 
memetik bintang 
Dan berjalan di bulan yang emas
menyimpannya dalam bejana harapan
Untuk menyemai benih mimpi
Lalu hujan pelangi mengajakku
menari bersama pagi dan senja
Mengusir sunyi hingga lelap 
di pelukan malam

Ketika membelah hari,
rupanya sepotong pagi 
telah tersaji di piringku
"Andai saja ini menjadi potongan emas
mungkin mimpi-mimpi mampu 
kubeli sepanjang hari
Tanpa memeras air mata kembali"

Hongkong, 2025





Mawar Merah di Taman Tiga Strata
Karya Jenny Seputro

Di tengah taman, setangkai mawar merah merekah 
Katanya, janganlah kalian gundah
Layaknya tempat ini rumah
Larutkan segala resah dan gelisah

Lima burung kecil hinggap di ranting
Wahai tuan gembala
Ajari kami menyanyikan melodi 
Agar layak menyambut mentari pagi

Sang gembala merentangkan lengan
Minumlah dari mata air kebenaran
Hingga lebar kepak kalian meraih awan-awan
Bukankah bunga tak pernah mengejar kumbang
Namun membiarkannya bebas terbang?

Mawar merah tertawa senang
Gemanya memecah siang lengang
Bermainlah pada bunga-bunga di antara perdu
Dan hisaplah nektar semanis empedu

Burung-burung kecil terbang terseok
Jatuh, bangun, jatuh, bangun
Tak pernah menyerah
Walau sayap koyak dan lemah
Candu menyatu dalam darah

Setengah purnama berlalu
Padamu telah terpatri ilmu
Kelopak mawar menangkup, suaranya angkuh
Taman ini tutup pukul dua puluh

Wellington, 2025



Malam
Oleh: Deen 

Panggilan malam menimang hasrat
merayunya tenggelam di pelukan ranjang
memeluk selimut yang melupa lara
mendua purnama 

hembusan iblis bergaung di relung hati
merasuki celah-celah bisu
berbisik parau,
"biarlah alam mimpi membawa jiwamu pergi"

di luar sana, gemuruh masjid bersuara 
memangku tetes air mata
melipur kantuk yang sibuk berduka 
sebelum subuh menggema

mereka berdoa
pada bait-bait yang belum terjaga
bangkitlah membungkam malam, 
meluruh sisa yang tinggal sepertiga

Solo, 2025




Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url