Cerpen Terjemahan Entri 3
Artikel/konten yang sedang Anda coba akses ini merupakan bagian dari materi premium yang kami siapkan secara khusus untuk komunitas pelanggan kami. Untuk menjaga nilai dan kualitasnya, kami melindunginya dengan kata sandi.
Ini adalah cara kami untuk memastikan bahwa para pelanggan mendapatkan materi terbaik dan paling mendalam yang tidak tersedia di tempat lain.
.
Kram - Etgar Keret
Malam itu aku
bermimpi bahwa aku seorang wanita berusia empat puluh tahun, dan suamiku
pensiunan kolonel. Ia mengelola sebuah pusat komunitas di lingkungan miskin,
dan keterampilan sosialnya payah. Para pekerjanya membencinya karena ia terus
meneriaki mereka. Mereka mengeluh bahwa ia memperlakukan mereka seolah sedang
menjalani latihan dasar.
Setiap pagi aku
membuatkan dia omelet, dan untuk makan malam aku menghidangkan kotelet anak
sapi dengan kentang tumbuk. Jika suasananya bagus, ia bilang makanannya enak.
Ia tidak pernah membersihkan meja. Sekali-sekali, sekitar sebulan sekali, ia
membawa pulang setangkai bunga layu yang dijual anak-anak imigran di sebuah
persimpangan lampu lalu lintas yang sangat lama.
Malam itu aku
bermimpi bahwa aku seorang wanita berusia empat puluh tahun, dan aku kram
perut, dan malam telah larut, dan tiba-tiba kusadari aku kehabisan tampon. Aku
berusaha membangunkan suamiku, sang pensiunan kolonel, dan memintanya pergi ke
apotek 24 jam atau paling tidak mengantarku karena aku tidak punya surat izin
mengemudi, dan sekalipun punya, kami masih memiliki mobil dinas militer yang
bukan untuk aku pakai.
Aku bilang ini
darurat, tapi ia menolak pergi, terus bergumam dalam tidurnya, bilang
makanannya buruk, dan bahwa para koki harus lupa soal izin cuti; karena ini
tentara, bukan perkemahan musim panas sialan. Aku menutup tubuh dengan tisu
yang dilipat, dan mencoba berbaring telentang tanpa bernapas supaya tidak
menetes. Namun seluruh tubuhku sakit, dan darah memancur keluar dariku,
terdengar seperti pipa saluran yang pecah. Darah mengalir di pinggul, di kaki,
dan memercik di perut. Tisu itu berubah menjadi gumpalan yang menempel di
rambut dan kulitku.
Malam itu aku
bermimpi bahwa aku seorang wanita berusia empat puluh tahun dan aku jijik pada
diriku sendiri, pada hidupku. Jijik karena tidak punya surat izin mengemudi,
karena tidak bisa bahasa Inggris, karena tidak pernah ke luar negeri. Darah
yang menetes ke seluruh tubuh mulai mengeras, dan aku merasa seolah ini semacam
kutukan. Seolah haidku tidak akan pernah berhenti.
Malam itu aku
bermimpi bahwa aku seorang wanita berusia empat puluh tahun dan aku tertidur,
lalu bermimpi bahwa aku seorang pria berusia dua puluh tujuh tahun yang membuat
istrinya hamil lagi, lalu menyelesaikan sekolah kedokteran dan memaksa istri
serta bayi itu ikut bersamanya ketika ia pergi menjalani residensi di luar
negeri.
Mereka menderita
hebat. Mereka tidak tahu sepatah kata pun bahasa Inggris. Mereka tidak punya
teman, dan di luar dingin, bersalju. Lalu, suatu hari Minggu, aku mengajak
mereka piknik dan meletakkan selimut di atas rumput, dan mereka mengeluarkan
makanan dari keranjang piknik mereka dan menata hidangan yang mereka bawa.
Setelah kami selesai makan, aku mengeluarkan senapan dan menembak mereka
seperti anjing.
Polisi datang ke
rumahku. Detektif-detektif terbaik dari kepolisian berusaha menangkapku atas
tuduhan pembunuhan. Mereka menempatkanku di sebuah kamar, mereka berteriak
padaku, mereka melarangku merokok, mereka melarangku pergi ke toilet, tetapi
aku tidak runtuh.
Dan suamiku yang
tidur di ranjang di sebelahku terus berteriak, “Aku tidak peduli bagaimana kau
melakukannya sebelumnya. Sekarang aku komandan di sini.”
