PENGUMUMAN PEMENANG LOMBA MENULIS CERPEN EROTIKA


Saya harus bilang, 18 cerpen yang hadir dalam lomba ini cukup beragam. Mulai dari yang narasinya masih mentah, sampai yang sudah matang, dan di antaranya ada yang hanya matang setengah, sebagian, dan beberapa bagian saja.

Sementara bagian erotikanya pun, memiliki berbagai macam cara penyampaian, mulai yang sekedar disebut, disentuh, sampai yang benar-benar tenggelam di dalamnya.

Perlu diingat, erotika atau fiksi erotis adalah karya sastra yang menggambarkan tema seksual atau seks, biasanya dengan cara yang lebih serius atau sastrawi daripada fiksi yang ada di majalah porno. Fiksi erotis sering kali mengandung unsur kritik sosial atau satir. Fiksi erotis berbeda dengan pornografi, meskipun keduanya membahas topik seks. Pornografi hanya membahas tindakan seks itu sendiri, sedangkan erotika mengikuti aturan dasar penulisan, yaitu harus ada alur cerita dan karakter yang menarik.




Sayangnya, beberapa cerpen di sini hanya menyisipkan adegan dewasa, layaknya beberapa film Hollywood yang entah kenapa harus ada hal itu di dalam film, dan bukan menjadikan hal itu sebagai topik utama cerita.

Shin Elqi 

_________________

Berikut adalah nama-nama peserta dengan perolehan nilai terbaik :
1. Erlyna 
2. Kathy Okano 
3. Supriatin 

Naskah pilihan :
Lanang Irawan 
Jenny Seputro 

Mohon kerja samanya kepada para pemenang terkait naskah yang akan naik cetak bersama hasil tugas kelas Erotika. 

>>>>>>>>>>>>>>>>>

Rangkuman Penilaian Kurnia Effendi
atas Naskah Lomba Cerpen Erotika
(alfabetik nama penulis)

Pertanggungjawaban kreatif:

Pertama soal tema, bila tidak mengandung erotika, saya akan sisihkan atau berposisi rendah. Cerpen itu dengan sendirinya tidak memenuhi syarat lomba. Kedua mengenai pilihan, yakni thriller-romance, comedy-romance, atau fantasy-romance (sebetulnya saya lebih setuju roman fantastis karena setiap penulis akan berimajinasi alias membayangkan dan berfantasi alias mencari hal-hal yang nyaris mustahil sebagai ide cerita). Dengan memilih salah satu atau memadukan dua atau tiga sekaligus, cerpen itu memenuhi syarat lomba ini. Ketiga, perihal kisi-kisi bahwa cerpen yang diharapkan harus mengandung unsur psikologis, artistik, dan eksperimen. Kata eksperimen sebenarnya mengarah pada kebaruan atau pencerahan, boleh dalam bentuk, lebih diharapkan dari materi. Hati-hati, eksperimen yang membuat gagasan kehilangan arah dan sulit dipahami malah menjadi “kecelakaan”.

Saya sudah membaca 18 cerpen peserta yang tersaji dengan berbagai ide dan gaya penceritaan. Senang sekali saat membaca mereka yang telah berusaha memenuhi syarat lomba dalam jumlah kata tidak sampai 3.000-an. Pilihan pun terbagi merata meskipun aliran komedi mendapatkan porsi paling kecil. Saya membaca masing-masing minimal dua kali. Pertama dengan “mengosongkan” pikiran, kedua melakukan penilaian sesuai standar dan pengalaman. Hasilnya saya cantumkan di bawah pertanggungjawaban ini.

Sebelumnya, saya hendak berbagi pengalaman atas pembacaan itu dan menuangkan kesan-kesan ringkas di sini. 

Erotika yang merujuk pada kegiatan seksual adalah dambaan setiap manusia normal alias manusiawi. Hasrat perkelaminan itu disisipkan di antara nafsu-nafsu lain dalam otak manusia agar menjadi penyintas dan berketurunan dalam mengisi kehidupan di bumi. Maka manusia berbeda dengan malaikat (tanpa nafsu), iblis (tanpa akal budi), dan hewan (tanpa akal memadai). Mestinya manusia adalah entitas paling unggul dan sempurna. Itu sebabnya manusia adalah kreator hebat, berkembang dari telanjang, berteknologi mutakhir, hingga (kini) “telanjang” lagi atas keinginan dirinya melalui media sosial. Apa yang dapat kita sembunyikan dari mata manusia lain? 

Melalui lomba cerpen erotika—tema atau subgenre yang mungkin tidak diterima semua penulis—saya mendapatkan pengalaman baru. Menulis itu tidak mudah, benar, apalagi menulis—walau fiksi—dengan tema sensitif, itu lebih sulit. Ada rambu-rambu lain termasuk dari hati nurani yang mesti dilampaui. Namun, sejak awal, melalui kelas, sudah saya sampaikan bahwa menulis cerita dengan kandungan erotika jangan sampai memasuki wilayah pornografi. Batasannya apa? Tipis sekali. Rujukan mengenai pornografi dan erotika saya cari dan paparkan. Dengan “kecerdasan” tertentu, seorang penulis langsung tahu. Misalnya, salah satunya, dengan ungkapan metaforis. Berikutnya—seharusnya ini yang menjadi pijakan—erotika dalam cerita itu bukan tempelan melainkan bagian yang tak terpisahkan dari plot dan alur. Rupanya para peserta lomba memahami sehingga dari semua yang saya baca, adegan romantis yang bergulir ke erotis adalah dampak atau penyebab konflik. Lebih diantisipasi dari kedua hal di atas adalah peringatan: bacaan ini untuk usia 18 tahun ke atas. 

Sebagian besar peserta memilih thriller, cerita yang mengandung ketegangan. Berikutnya mengembara ke area fantastis yang umumnya menyentuh ranah surealis. Dan terakhir mereka yang lihai meramu komedi dengan fantasi erotika. Terpaksa saya mengatakan ini: “Kekeliruan memilih juri yang menjadi mentor kelas dan sudah berkali-kali membaca karya para peserta di berbagai media dan event, berpengaruh terhadap penilaian.” Itu yang menyusupkan subjektivitas pada diri saya. 

Rata-rata cerpen mengandung unsur psikologis, berat atau ringan, yang membuat karakter tokoh terjelaskan dan menjadi motif. Tindakannya bisa tidak normatif, oleh karena itulah terjadi konflik. Ada yang diumbar, ada yang terpendam dan menyakiti diri sendiri. Unsur artistik tidak hanya saya lihat dari bahasa, tapi juga melalui peristiwa. Unsur eksperimen atau pembaruan tampak pada nilai yang saya berikan sebagai bonus.
 
Pembaruan ini juga relatif karena bergantung pada pengalaman saya membaca. Beberapa di antara peserta menyajikan metafora segar, bukan adopsi atau basi, memberikan kegembiraan secara pribadi. Sejumlah penulis kedodoran dengan bangunan kalimat bahkan paragraf, itu merupakan panggilan untuk terus berproses dengan latihan setelah banyak membaca karya bagus. Dapat dikatakan, dari 17 peserta terdapat 40 persen yang tampak matang dan terampil, sisanya sedang mencari atau menuju jati diri. Namun, sebagaimana jalan pintas yang saya tempuh di masa lalu, keberanian mengikuti lomba patut diacungi jempol. Janganlah tetap menjadi “perawan” dalam menulis, lakukan sebanyak mungkin praktik sampai tahu di mana rasa “orgasme” seorang penulis saat mencapai sebuah cerpen yang memuaskan kedua pihak. Pihak kedua tentu saja pembaca.

 Dengan dasar pengalaman dan pertimbangan itulah, saya memberikan nilai sbb :



(patokan nilai saya dari 50 terburuk hingga 90 terbaik).

<<<<<<<<<<<<<<<<<

Pengambilan hadiah pada tanggal 23 September 2024. 

Ulasan naskah pemenang akan tayang di chanel YouTube Tiga Strata. 



Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url