Cerpen Terjemahan Entri 23
Artikel/konten yang sedang Anda coba akses ini merupakan bagian dari materi premium yang kami siapkan secara khusus untuk komunitas pelanggan kami. Untuk menjaga nilai dan kualitasnya, kami melindunginya dengan kata sandi.
Ini adalah cara kami untuk memastikan bahwa para pelanggan mendapatkan materi terbaik dan paling mendalam yang tidak tersedia di tempat lain.
.
Kertas Dinding KuningCharlotte Perkins Gilman
Sangat jarang orang biasa seperti
aku dan John dapat menyewa rumah warisan untuk musim panas. Sebuah rumah besar
bergaya kolonial, sebuah tanah warisan keluarga. Aku bahkan akan menyebutnya
rumah berhantu, dan mencapai puncak kebahagiaan romantis, tetapi tentu itu akan
terlalu banyak berharap pada takdir! Meski begitu, aku dengan bangga menyatakan
bahwa ada sesuatu yang aneh tentang rumah ini. Kalau tidak, mengapa rumah
sebesar ini disewakan dengan harga begitu murah? Dan mengapa sudah begitu lama
tidak berpenghuni?
John tentu saja menertawakanku,
tapi itu hal yang bisa diduga dalam pernikahan. John sangat praktis, sampai ke
titik ekstrem. Ia tak punya kesabaran untuk hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan, memiliki ketakutan yang amat besar terhadap takhayul, dan ia
secara terbuka mencemooh segala pembicaraan tentang hal-hal yang tak bisa
dirasakan, dilihat, atau dihitung dengan angka.
John seorang dokter, dan mungkin (aku
tentu tidak akan mengatakannya pada siapa pun, tapi ini hanyalah kertas mati
dan menuliskannya sangat melegakan pikiranku) itulah salah satu alasan mengapa
aku tidak cepat sembuh. Kau tahu, ia tidak percaya bahwa aku sakit! Jika
seorang dokter yang punya reputasi tinggi, sekaligus suami sendiri, meyakinkan
teman-teman dan keluarga bahwa tidak ada yang salah dengan dirimu selain
sedikit depresi saraf dan kecenderungan histeris ringan, apa yang bisa kau lakukan?
Saudaraku juga seorang dokter, dan juga terpandang, dan ia mengatakan hal yang
sama. Jadi aku meminum fosfat atau fosfit—entah yang mana—juga tonik,
bepergian, menghirup udara segar, berolahraga, dan benar-benar dilarang untuk
“bekerja” sampai aku sembuh kembali.
Secara pribadi, aku tidak setuju dengan
pandangan mereka.
Aku percaya bahwa pekerjaan menyenangkan, dengan sedikit semangat dan perubahan
suasana, akan sangat baik untukku. Aku memang sempat menulis untuk beberapa
waktu meski mereka melarang, tapi itu cukup melelahkan karena harus
melakukannya diam-diam, atau menghadapi perlawanan keras. Kadang aku
membayangkan bahwa dalam keadaanku ini, jika aku mendapat lebih sedikit
perlawanan dan lebih banyak pergaulan serta rangsangan, mungkin aku akan
membaik. Tapi John bilang hal terburuk yang bisa kulakukan adalah memikirkan
keadaanku, dan aku harus mengakui bahwa itu memang selalu membuatku merasa
buruk. Jadi aku akan melupakannya dan bicara tentang rumah ini saja.
Tempat yang paling indah! Rumah
itu benar-benar terpisah, berdiri jauh dari jalan, kira-kira tiga mil dari
desa. Itu mengingatkanku pada rumah-rumah bergaya Inggris yang sering kau baca
dalam buku, karena ada pagar tanaman, tembok, dan gerbang-gerbang yang bisa
dikunci, serta banyak rumah kecil terpisah untuk para tukang kebun dan pekerja.
Ada kebun yang luar biasa indah! Aku belum pernah melihat kebun seperti itu; luas
dan rindang, penuh jalan setapak yang dibatasi tanaman boxwood, dan dilapisi
terowongan panjang yang dipenuhi sulur anggur, dengan bangku-bangku di
bawahnya. Ada rumah kaca juga, tapi semuanya sudah rusak.
Tak seorang pun percaya betapa
besar usaha yang harus kulakukan hanya untuk melakukan sedikit hal yang masih
bisa kulakukan, seperti berpakaian, menjamu, dan mengatur segala sesuatu. Beruntung
Mary sangat pandai mengurus bayi. Bayi yang begitu manis! Namun aku tak bisa
bersamanya; ia membuatku begitu gugup.
Kupikir John tidak pernah merasa
gugup seumur hidupnya. Ia selalu menertawakanku karena urusan kertas dinding di
kamarku ini! Awalnya, ia bermaksud untuk mengganti kertas dinding kamar ini,
tapi kemudian ia berkata bahwa aku membiarkan hal itu menguasai pikiranku, dan
tidak ada yang lebih buruk bagi pasien saraf selain menuruti khayalan semacam
itu. Ia bilang setelah kertas dinding itu diganti, aku akan mengeluh tentang
ranjang besar yang berat itu, lalu jendela-jendela yang berjeruji, lalu gerbang
di ujung tangga, dan seterusnya.
“Kau tahu tempat ini baik
untukmu,” katanya, “dan sungguh, Sayang, aku tidak ingin merenovasi seluruh
rumah hanya untuk sewa tiga bulan.”
“Kalau begitu, biarlah kita
pindah ke lantai bawah,” kataku, “di sana ada kamar-kamar yang jauh lebih
indah.”
Lalu ia memelukku dan memanggilku
“angsa kecil yang diberkati,” sambil berkata bahwa ia akan pergi ke ruang bawah
tanah jika aku mau, bahkan akan mengecatnya dengan kapur putih sekalian. Tapi
memang ia benar soal ranjang dan jendela serta hal-hal lainnya.
Kamar ini sebenarnya lapang dan nyaman, seperti yang diinginkan siapa pun, dan
tentu aku tidak sebodoh itu membuatnya tidak nyaman hanya karena keinginanku
sendiri.
Sebenarnya aku mulai agak
menyukai kamar besar ini—kecuali kertas dinding yang mengerikan ini. Dari satu
jendela aku bisa melihat taman, terowongan rindang yang misterius, bunga-bunga
tua yang tumbuh liar, semak dan pohon-pohon tua yang bengkok-bengkok.
Dari jendela lain aku mendapat pemandangan indah teluk, dan sebuah dermaga
kecil milik rumah ini. Ada jalan setapak teduh yang menurun dari rumah ke sana.
Aku sering membayangkan melihat
orang-orang berjalan di antara jalur dan terowongan itu, tapi John mengingatkanku
untuk tidak menuruti khayalan sedikit pun. Katanya, dengan daya imajinasiku
yang kuat dan kebiasaanku menulis fiksi, kelemahan saraf seperti milikku pasti
akan mengarah pada segala macam khayalan berlebihan, dan aku seharusnya
menggunakan kemauan serta akal sehat untuk menahan kecenderungan itu. Jadi aku
berusaha. Kadang aku berpikir, jika saja aku cukup sehat untuk menulis sedikit,
mungkin itu akan meringankan tekanan gagasan di kepalaku dan membuatku tenang. Tapi
aku selalu kelelahan ketika mencobanya.
Sungguh mengecewakan tidak punya
siapa pun untuk diajak berbagi saran dan percakapan tentang pekerjaanku. John
bilang, kalau aku sudah benar-benar sembuh, kami akan mengundang Sepupu Henry
dan Julia untuk tinggal lama di sini. Tapi ia berubah pikiran. Katanya, ia sama
saja seperti menaruh petasan di dalam sarung bantal jika membiarkan orang-orang
yang merangsang pikiranku berada di sekitarku sekarang. Aku berharap bisa
sembuh lebih cepat. Tapi aku tidak boleh memikirkannya.
Kertas dinding ini tampak seolah
tahu betapa berbahayanya pengaruh yang dimilikinya! Ada satu bagian yang
berulang di mana polanya terkulai seperti leher yang patah, dan dua mata besar
menatap ke arahmu dalam posisi terbalik. Aku jadi benar-benar marah pada
kelancangannya, pada kesannya yang tak berkesudahan itu. Naik turun, menyamping,
mereka seakan-akan merayap ke mana-mana, dan mata-mata bodoh yang tak berkedip
itu ada di setiap tempat. Ada satu bagian di mana dua potongan kertasnya tidak
sejajar, dan mata-mata itu naik turun di sepanjang garis sambungan, satu
sedikit lebih tinggi dari yang lain.
Aku belum pernah melihat begitu
banyak ekspresi dalam benda mati sebelumnya, padahal kita semua tahu betapa
banyaknya “kehidupan” yang tampak pada benda-benda itu! Dulu, saat kecil, aku
sering terjaga di malam hari dan mendapat hiburan sekaligus ketakutan dari
dinding kosong dan perabotan polos, lebih dari yang bisa didapat anak-anak lain
dari toko mainan. Aku masih ingat betapa ramahnya “kedipan” gagang laci di
lemari besar tua kami, dan ada satu kursi yang selalu terasa seperti sahabat
yang kuat. Aku dulu merasa, jika benda-benda lain tampak terlalu menakutkan,
aku bisa selalu melompat ke kursi itu dan merasa aman.
Perabotan di kamar ini sebenarnya
tidak terlalu buruk, hanya tidak serasi, karena kami harus membawa semua dari
lantai bawah.
Kurasa, ketika dulu kamar ini dipakai sebagai ruang bermain, mereka harus
memindahkan semua perlengkapan bayi, Dan tak heran, aku belum pernah melihat
kerusakan separah yang ditinggalkan anak-anak di sini.
Kertas dinding itu, seperti yang
sudah kukatakan, terkelupas di beberapa tempat dan menempel begitu kuat. Mereka
pasti punya ketekunan sebesar kebencian mereka. Lantainya tergores, terkelupas,
dan penuh serpihan, bahkan plesternya dicongkel di sana-sini.
Ranjang besar dan berat ini satu-satunya perabot yang kami temukan di kamar ini,
tampak seolah-olah baru saja melewati medan perang. Tapi aku sama sekali tak
keberatan, kecuali soal kertas dinding itu.
Itu, saudara perempuan John
datang. Gadis yang begitu manis dan sangat memperhatikanku! Aku tidak boleh
membiarkannya melihat aku sedang menulis. Ia seorang pengurus rumah yang
sempurna dan sangat antusias, dan tak mengharapkan profesi lain. Aku yakin ia
pun berpikir bahwa menulislah yang membuatku sakit! Tapi aku masih bisa menulis
saat ia keluar, karena dari jendela-jendela ini aku bisa melihatnya dari jauh.
Ada satu jendela yang menghadap
jalan, jalan yang indah, teduh, dan berliku, dan satu lagi yang menghadap ke
hamparan pedesaan, negeri yang sangat indah juga, penuh pohon elm besar dan
padang rumput lembut seperti beludru.
Kertas dinding ini memiliki
semacam pola bawah dalam nuansa berbeda, sangat mengganggu, karena hanya bisa
terlihat pada cahaya tertentu, dan bahkan saat itu pun tidak jelas. Tapi di
bagian yang belum pudar, dan di mana cahaya matahari jatuh dengan tepat, aku
bisa melihat sosok aneh yang menggelisahkan, tak berbentuk, dan tampak seperti
bersembunyi di balik desain depan yang bodoh dan mencolok itu.
Ah, itu suara Jennie di tangga!
***
Perayaan Empat Juli telah
berakhir! Orang-orang sudah pulang dan aku sangat lelah. John berpikir akan
baik bagiku untuk bertemu sedikit tamu, jadi kami mengundang Ibu, Nellie, dan
anak-anak untuk tinggal selama seminggu. Tentu saja aku tidak melakukan apa pun,
Jennie yang mengurus segalanya sekarang dan aku tetap merasa lelah.
John bilang kalau aku tidak
segera membaik, ia akan mengirimku ke Weir Mitchell pada musim gugur. Tapi aku
sama sekali tidak ingin pergi ke sana. Aku punya seorang teman yang pernah
berada dalam penanganannya, dan katanya, Weir Mitchell persis seperti John dan
saudaraku, bahkan lebih parah! Selain itu, perjalanannya jauh sekali.
Aku merasa seolah tidak ada satu
pun yang pantas dilakukan. Aku menjadi mudah gelisah dan mudah mengeluh. Aku
menangis tanpa alasan, dan menangis hampir sepanjang waktu. Tentu saja aku
tidak melakukannya saat John ada di rumah, atau ketika ada orang lain,
melainkan saat aku sendirian. Dan akhir-akhir ini aku cukup sering sendirian.
John sering harus berada di kota
karena kasus-kasus penting, dan Jennie sangat baik, membiarkanku sendiri bila
aku memintanya. Jadi aku berjalan-jalan sedikit di taman atau menyusuri jalan
kecil yang indah itu, duduk di beranda di bawah mawar, dan berbaring di sini
cukup lama. Aku benar-benar mulai menyukai kamar ini meski dengan kertas
dindingnya. Mungkin malah karena kertas dindingnya.
Kau tahu, kertas itu terus melekat di pikiranku!
Aku berbaring di atas ranjang
besar yang tak bisa digerakkan ini—kurasa dipaku ke lantai—dan mengikuti pola kertas
itu selama berjam-jam. Sungguh seperti latihan senam. Percayalah! Aku mulai,
katakanlah, dari bagian bawah di pojok sana, tempat yang belum rusak, dan untuk
keseribu kalinya aku bertekad akan mengikuti pola yang tak masuk akal itu
sampai pada suatu kesimpulan.
Aku tahu sedikit tentang prinsip
desain, dan aku tahu benda ini sama sekali tidak disusun berdasarkan hukum
radiasi, pergantian, pengulangan, simetri, atau apa pun yang pernah kudengar.
Polanya memang berulang, tentu saja karena sambungan lembarannya, tapi hanya
sebatas itu.
Jika dilihat dengan satu cara,
setiap bidang berdiri sendiri, dengan lengkungan dan hiasan berlebih, semacam
“Romanesk yang merosot” disertai gemetar seperti orang mabuk yang bergoyang ke
atas dan ke bawah dalam kolom-kolom kebodohan yang terpisah. Namun, di sisi
lain, mereka saling terhubung secara diagonal, dan garis-garis besar yang
menjalar itu berlari dalam gelombang miring yang besar penuh kengerian optik,
seperti banyak rumput laut yang bergulung-gulung mengejar sesuatu. Seluruhnya
juga berjalan secara horizontal, setidaknya tampak begitu, dan aku kelelahan
mencoba membedakan arah gerakannya yang sebenarnya.
Mereka menggunakan satu bidang
horizontal untuk membuat hiasan frieze, dan hal itu menambah kekacauan dengan
cara yang luar biasa. Ada satu sisi ruangan di mana kertas dinding itu hampir
utuh, dan di sana, ketika cahaya dari berbagai arah memudar dan matahari sore
rendah menyinari langsung ke permukaannya, aku hampir bisa membayangkan ada
semacam pancaran figur-figur aneh yang tiada habisnya, membentuk diri di
sekitar satu pusat yang sama dan meluncur keluar dengan kepanikan yang sama
gilanya. Aku lelah mengikutinya. Kurasa aku akan tidur sebentar.
***
Aku tidak tahu kenapa aku menulis
ini.
Aku tidak ingin melakukannya.
Aku merasa tidak sanggup.
Dan aku tahu John akan menganggap
ini konyol. Tapi aku harus mengungkapkan apa yang kurasakan dan kupikirkan
dengan cara apa pun. Rasanya pasti melegakan! Namun, upaya untuk menuliskannya
kini terasa lebih berat ketimbang kelegaan yang kudapat.
Sekarang separuh waktu aku sangat
malas, dan sering berbaring lama sekali. John bilang aku tidak boleh kehilangan
kekuatanku, jadi ia memberiku minyak ikan cod, berbagai tonik, dan entah apa
lagi, belum lagi bir, anggur, dan daging merah yang jarang dimasak.
Kasihan John! Ia sangat
mencintaiku, dan benci melihat aku sakit.
Aku berusaha bicara sungguh-sungguh dengannya tempo hari, ingin memintanya agar
mengizinkanku berkunjung ke rumah Sepupu Henry dan Julia. Tapi ia bilang aku
belum cukup kuat untuk pergi, dan tak akan sanggup bertahan setelah sampai di
sana; dan aku gagal membela diriku dengan baik, sebab aku sudah menangis
sebelum sempat menyelesaikan kalimatku.
Berpikir dengan jernih kini
menjadi usaha yang sangat berat bagiku. Mungkin hanya karena kelemahan saraf
ini. Dan John yang baik itu mengangkatku ke dalam pelukannya, membawaku ke
atas, membaringkanku di tempat tidur, lalu duduk di sisiku dan membacakan
sesuatu sampai kepalaku terasa letih. Ia berkata bahwa aku adalah kekasih dan
penghiburnya, segalanya yang ia punya, dan aku harus menjaga diri agar tetap
sehat demi ia.
Ia bilang tak ada seorang pun
yang bisa menolongku selain diriku sendiri, bahwa aku harus menggunakan kemauan
dan pengendalian diri, dan jangan membiarkan khayalan konyol menguasai
pikiranku. Setidaknya ada satu hal yang menghibur: bayiku sehat dan bahagia,
dan ia tidak harus menempati kamar bayi yang mengerikan ini dengan kertas
dinding itu.
Andai saja kami belum menggunakan
kamar ini, anak malang itu pasti akan menempatinya! Betapa beruntungnya ia
terhindar! Aku tak akan membiarkan anakku—makhluk kecil yang mudah terpengaruh
itu—tinggal di ruangan seperti ini untuk apa pun juga. Aku tak pernah
memikirkannya sebelumnya, tapi ternyata beruntung juga John menahanku di sini. Kau
tahu, aku bisa bertahan jauh lebih kuat ketimbang bayi.
Tentu saja aku tidak pernah
menyebutnya lagi di depan mereka—aku sudah terlalu bijak untuk itu—tapi aku
tetap mengamatinya diam-diam.
Kecuali aku, ada hal-hal di balik
wallpaper itu yang tak seorang pun tahu dan tak akan pernah tahu. Di balik pola
luar itu, bentuk-bentuk samar menjadi semakin jelas setiap hari. Bentuknya
selalu sama, hanya semakin banyak. Dan bentuk itu seperti seorang perempuan
yang membungkuk dan merayap di balik pola itu. Aku sama sekali tidak
menyukainya. Aku heran. Aku mulai berpikir. Dan aku berharap John mau membawaku
pergi dari sini!
Begitu sulit bicara dengan John
tentang keadaanku, karena ia begitu bijaksana dan karena ia begitu mencintaiku.
Tapi aku mencobanya tadi malam.
Malam itu bercahaya bulan. Sinar
bulan masuk ke segala penjuru, sama seperti sinar matahari di siang hari. Kadang
aku benci melihatnya; ia merayap begitu pelan dan selalu masuk lewat satu
jendela atau jendela lain. John tidur. Aku tak tega membangunkannya. Jadi aku
diam saja, memandangi cahaya bulan yang jatuh di kertas dinding bergelombang
itu sampai aku merasa merinding.
Bayangan samar di baliknya tampak
mengguncang pola itu, seolah-olah ia ingin merangkak keluar.
Aku bangkit perlahan, mendekat
untuk meraba dan melihat apakah kertas dinding itu memang bergerak. Dan ketika
aku kembali, John sudah terbangun.
“Ada apa, gadis kecil?” katanya.
“Jangan berjalan-jalan seperti itu, kau bisa masuk angin.”
Kupikir itu saat yang tepat untuk
bicara, jadi kukatakan padanya bahwa aku benar-benar tidak membaik di tempat
ini, dan aku berharap ia mau membawaku pergi.
“Sayangku!” katanya, “kontrak
rumah ini akan berakhir tiga minggu lagi, dan aku tidak bisa melihat alasan
untuk pergi sebelum itu.
Perbaikan di rumah belum selesai, dan aku sama sekali tak mungkin meninggalkan
kota sekarang. Tentu saja, kalau kau dalam bahaya, aku bisa dan akan membawamu
pergi, tapi sungguh, kau sudah jauh lebih baik, sayang, meski kau mungkin tidak
melihatnya. Aku ini dokter, sayang, dan aku tahu. Lihat saja, berat badanmu
naik, warna kulitmu lebih segar, nafsu makanmu juga lebih baik. Aku jauh lebih
tenang tentangmu sekarang.”
“Aku sama sekali tidak bertambah
berat,” kataku, “bahkan mungkin malah turun. Dan nafsu makanku memang lebih
baik saat malam ketika kau di sini, tapi jauh lebih buruk saat pagi ketika kau
pergi.”
“Kasihan hatiku yang mungil!”
katanya sambil memelukku erat. “Kau boleh sakit sesukamu! Tapi sekarang mari
manfaatkan waktu berharga ini untuk tidur, dan kita bicarakan lagi besok pagi!”
“Dan kau tidak akan membawaku
pergi?” tanyaku muram.
“Bagaimana bisa, sayangku? Hanya
tiga minggu lagi, dan setelah itu kita akan berlibur beberapa hari sementara
Jennie menyiapkan rumah. Sungguh, kau sudah lebih baik!”
“Mungkin tubuhku memang lebih
baik…” aku mulai bicara, tapi langsung terhenti karena ia duduk tegak dan
menatapku dengan pandangan keras dan penuh teguran, sampai aku tak bisa
melanjutkan satu kata pun.
“Sayangku,” katanya, “aku mohon
padamu. Demi aku, demi anak kita, dan demi dirimu sendiri. Jangan sekali pun
membiarkan pikiran seperti itu masuk ke kepalamu! Tak ada yang lebih berbahaya,
lebih memikat, bagi watak seperti dirimu. Itu hanyalah khayalan palsu dan
bodoh. Tidak bisakah kau memercayaiku sebagai seorang dokter ketika aku
mengatakannya padamu?”
Tentu saja aku tidak berkata
apa-apa lagi soal itu. Dan tak lama kemudian kami pun tertidur.
Ia kira aku tertidur duluan, tapi
sebenarnya tidak. Aku berbaring selama berjam-jam mencoba memutuskan apakah
pola depan dan pola belakang itu benar-benar bergerak bersama, atau terpisah.
Di bawah cahaya siang, pola
seperti ini menunjukkan ketidakteraturan, penolakan terhadap hukum, yang sangat
mengganggu pikiran normal. Warna-warnanya sudah cukup menjijikkan, tak bisa
dipercaya, dan membuat marah, tapi polanya benar-benar menyiksa.
Bila melihat sendiri, kau mungkin
merasa berhasil memahaminya, tapi ketika kau mengikuti arah polanya, tiba-tiba
ia jungkir balik dan kau kembali bingung. Ia seperti menampar wajahmu,
menjatuhkanmu, lalu menginjak-injakmu. Ia seperti mimpi buruk.
Pola luarnya semacam arabesk
berlebihan, mengingatkanku pada jamur. Bayangkan seuntai jamur payung yang
sambung-menyambung tanpa akhir, bertunas dan tumbuh dalam lilitan yang tak
berujung. Nah, seperti itulah kira-kira. Setidaknya, kadang-kadang begitu!
Ada satu keanehan yang sangat
menonjol pada kertas dinding itu, sesuatu yang tampaknya tak seorang pun perhatikan
selain aku, yakni bahwa polanya berubah mengikuti perubahan cahaya. Ketika
sinar matahari menembus jendela timur, aku selalu menunggu sinar panjang
pertama yang lurus itu. Pola itu berubah begitu cepat hingga aku tak pernah
benar-benar bisa memercayainya. Itulah sebabnya aku selalu mengamatinya.
Di bawah cahaya bulan, karena
bulan bersinar sepanjang malam bila ia muncul, aku tak akan tahu bahwa itu
adalah kertas dinding yang sama. Pada malam hari, dalam cahaya apa pun, senja,
cahaya lilin, cahaya lampu, dan yang paling buruk, di bawah cahaya bulan, ia
berubah menjadi jeruji! Yang kumaksud adalah pola luarnya, dan perempuan di
baliknya tampak sejelas-jelasnya.
Untuk waktu yang lama aku tidak
menyadari apa sebenarnya benda yang tampak di balik itu, pola samar di lapisan
bawah itu, tapi sekarang aku cukup yakin bahwa itu adalah seorang perempuan.
Di siang hari, ia tampak jinak dan diam. Aku membayangkan mungkin pola itu yang
membuatnya begitu tenang. Pola itu begitu membingungkan. Ia membuatku sendiri
tenang selama berjam-jam.
***
Aku kini lebih sering berbaring.
John bilang itu baik untukku, dan aku harus tidur sebanyak mungkin. Sebenarnya,
kebiasaan itu dimulai karena ia memaksaku berbaring satu jam setelah setiap
makan.
Itu kebiasaan yang sangat buruk, aku yakin, sebab, kau lihat, aku tidak tidur. Dan
itu menumbuhkan kebohongan karena aku tidak memberitahu mereka bahwa aku
terjaga
Oh, tentu tidak!
Sebenarnya, aku mulai sedikit
takut pada John. Kadang ia tampak aneh sekali, dan bahkan Jennie pun punya
ekspresi yang sulit dijelaskan. Kadang terpikir olehku, hanya sebagai sebuah
hipotesis ilmiah, bahwa mungkin penyebabnya adalah kertas dinding itu!
Aku sering memerhatikan John saat ia tak tahu sedang kuamati, dan kadang masuk
ke ruangan ini tiba-tiba dengan alasan yang paling polos, dan beberapa kali aku
memergokinya sedang menatap kertas dinding itu.
Jennie juga!
Aku pernah menangkap Jennie
dengan tangannya di atas kertas itu sekali. Ia tidak tahu aku ada di ruangan
itu, dan ketika kutanya dengan suara tenang—sangat tenang, dengan sikap yang
paling terkendali—apa yang sedang ia lakukan dengan kertas itu, ia berbalik
seolah-olah tertangkap basah mencuri dan tampak marah, dan bertanya kenapa aku
menakutinya begitu! Lalu ia berkata bahwa kertas itu menodai apa pun yang
disentuhnya, bahwa ia menemukan noda kuning di semua pakaianku dan pakaian
John, dan ia berharap kami lebih berhati-hati!
Apakah itu terdengar polos? Aku
tahu ia mempelajari pola itu, dan aku sudah bertekad tak seorang pun akan
menemukannya kecuali aku sendiri!
Hidup kini jauh lebih menarik
daripada sebelumnya. Kau tahu, sekarang aku punya sesuatu untuk diharapkan,
untuk diperhatikan, untuk diawasi. Aku memang makan lebih baik, dan lebih
tenang dari sebelumnya. John begitu senang melihatku membaik! Ia tertawa kecil
tempo hari, katanya aku tampak lebih sehat meski dengan kertas dindingku.
Aku hanya menanggapinya dengan
tawa ringan. Aku sama sekali tak berniat memberitahunya bahwa semua itu karena
wallpaper itu. Ia pasti akan menertawakanku jika kuberitahu. Ia mungkin ingin
membawaku pergi. Aku tidak ingin pergi sekarang, tidak sampai aku menemukan
jawabannya. Masih ada satu minggu lagi, dan aku pikir itu akan cukup.
Aku merasa jauh lebih baik!
Aku tidak banyak tidur di malam
hari, karena terlalu menarik mengamati perkembangannya; tapi aku tidur banyak
di siang hari.
Di siang hari, kertas dinding itu menjengkelkan dan membingungkan.
Selalu saja ada tunas baru pada jamur-jamur itu, dan bayangan-bayangan kuning
baru di mana-mana. Aku tak bisa menghitungnya, meski sudah berusaha dengan
sungguh-sungguh.
Warna kuningnya sangat aneh,
kertas dinding itu!
Ia membuatku teringat pada semua
hal berwarna kuning yang pernah kulihat, bukan yang indah seperti bunga
buttercup, tapi kuning yang tua, busuk, menjijikkan. Dan ada satu hal lagi
tentang kertas itu. Ia bau! Aku menyadarinya sejak pertama kami masuk ke kamar
ini, tapi waktu itu, dengan banyaknya udara dan sinar matahari, baunya tak
begitu buruk. Sekarang kami sudah seminggu diliputi kabut dan hujan, dan entah
jendelanya terbuka atau tertutup, bau itu tetap ada. Ia merayap ke seluruh
rumah.
Aku menemukannya melayang di
ruang makan, bersembunyi di ruang tamu, mengintai di lorong, menungguku di
tangga. Bau itu menempel di rambutku. Bahkan ketika aku pergi berkendara, jika
aku menoleh tiba-tiba dan tanpa sengaja mengagetkannya, bau itu ada di sana!
Betapa aneh baunya! Aku telah
menghabiskan berjam-jam mencoba menganalisa, mencari tahu baunya mirip apa. Bau
itu tidak buruk, setidaknya pada awalnya, dan sangat lembut, tetapi juga yang
paling halus dan paling awet yang pernah kutemui. Dalam cuaca lembap seperti
ini, baunya luar biasa menyengat. Aku terbangun di malam hari dan mendapati bau
itu menggantung di atasku.
Dulu aku merasa terganggu
olehnya. Aku bahkan sempat berpikir serius untuk membakar rumah ini demi
menyingkirkan bau itu.
Tapi sekarang aku sudah terbiasa. Satu-satunya hal yang bisa kupikirkan adalah
bahwa baunya seperti warna kertas itu! Bau yang kuning!
Ada tanda yang sangat aneh di
dinding itu, di bagian bawah, dekat papan pel lantai; sebuah guratan yang
mengelilingi ruangan.
Ia berjalan di belakang setiap perabot, kecuali tempat tidur, menyerupai sebuah
noda panjang yang lurus dan rata, seolah-olah telah digosok berulang kali.
Aku bertanya-tanya bagaimana itu
bisa terjadi, siapa yang melakukannya, dan untuk apa.
Bulat dan bulat dan bulat, berputar
dan berputar dan berputar. Membuatku pusing!
Akhirnya aku benar-benar
menemukan sesuatu. Karena terlalu sering memerhatikannya di malam hari, ketika
kertas itu berubah begitu rupa, aku akhirnya tahu. Pola bagian depan itu memang
bergerak. Dan tak heran! Perempuan di baliknya yang mengguncangnya!
Kadang-kadang aku pikir ada
banyak perempuan di balik sana, dan kadang hanya satu, dan ia merangkak dengan
cepat membuat seluruh kertas dinding itu bergetar. Lalu di bagian yang paling
terang ia diam, tapi di bagian yang paling gelap ia mencengkeram jeruji dan
mengguncangnya kuat-kuat. Dan ia terus-menerus berusaha memanjat keluar. Tapi
tak seorang pun bisa memanjat melewati pola itu. Pola itu mencekik begitu kuat.
Kurasa itulah sebabnya ia memiliki begitu banyak kepala.
Mereka berhasil keluar, lalu pola
itu mencekik mereka dan membalikkan tubuh mereka, membuat mata mereka menjadi
putih!
Seandainya kepala-kepala itu tertutup atau dihilangkan, mungkin tidak akan
separah itu.
Aku pikir perempuan itu keluar di
siang hari! Dan akan kukatakan padamu secara rahasia, aku sudah melihatnya!
Aku bisa melihatnya dari setiap
jendela di kamarku! Aku tahu itu perempuan yang sama, karena ia selalu
merangkak, dan kebanyakan perempuan tidak merangkak di lantai pada siang hari.
Aku melihatnya di jalan panjang
yang teduh itu, merangkak naik turun. Aku melihatnya di bawah pohon anggur yang
gelap, ia merangkak mengelilingi taman. Aku melihatnya di jalan panjang di
bawah pepohonan, merangkak pelan, dan ketika ada kereta lewat ia bersembunyi di
bawah semak blackberry.
Aku sama sekali tidak
menyalahkannya. Pasti sangat memalukan tertangkap basah sedang merangkak di
siang hari! Aku selalu mengunci pintu ketika merangkak di siang hari. Aku tak
bisa melakukannya di malam hari, karena aku tahu John pasti langsung curiga. Dan
John kini begitu aneh, aku tidak ingin membuatnya kesal. Aku berharap ia mau
pindah ke kamar lain! Lagi pula, aku tidak ingin siapa pun mengeluarkan
perempuan itu di malam hari selain aku sendiri.
Kadang aku penasaran apakah aku
bisa melihatnya dari semua jendela sekaligus. Tapi secepat apa pun aku
berputar, aku hanya bisa melihat dari satu jendela pada satu waktu. Dan
meskipun aku selalu melihatnya, mungkin saja ia bisa merangkak lebih cepat ketimbang
saat aku menoleh!
Aku punya seutas tali di sini
yang bahkan Jennie pun tidak menemukannya. Kalau perempuan itu berhasil keluar
dan mencoba kabur, aku bisa mengikatnya! Tapi aku lupa bahwa aku tidak bisa
menjangkau terlalu jauh tanpa sesuatu untuk diinjak! Tempat tidur ini tidak
bisa digeser! Aku sudah mencoba mengangkat dan mendorong sampai tubuhku sakit,
dan kemudian aku begitu marah sampai menggigit sedikit sudutnya, tapi itu malah
membuat gigiku sakit.
Lalu aku mengelupas semua kertas
dinding yang bisa kujangkau dari lantai. Kertas itu menempel dengan mengerikan
dan polanya seakan menikmatinya! Semua kepala yang tercekik, mata-mata
membengkak, dan jamur-jamur yang menggembung itu seakan menjerit mengejekku!
Aku mulai cukup marah hingga
ingin melakukan sesuatu yang nekat. Melompat keluar jendela mungkin akan jadi
olahraga yang luar biasa, tapi jerujinya terlalu kuat bahkan untuk dicoba. Selain
itu aku tidak akan melakukannya. Tentu saja tidak. Aku tahu betul bahwa
tindakan seperti itu tidak pantas dan bisa disalahartikan.
Aku bahkan tidak suka melihat
keluar jendela, terlalu banyak perempuan yang merayap, dan mereka merayap
begitu cepat. Aku bertanya-tanya apakah mereka semua keluar dari kertas dinding
itu seperti aku? Tapi aku kini terikat dengan aman oleh taliku yang tersembunyi
rapi, kalian tidak akan mendapatkanku di jalan itu!
Kurasa aku harus kembali ke balik pola itu ketika malam tiba, dan itu sulit!
Rasanya begitu menyenangkan
berada di ruangan besar ini dan merayap ke mana pun aku mau! Aku tidak ingin
keluar. Aku tidak akan pergi, bahkan jika Jennie memintaku. Sebab di luar aku
harus merayap di tanah, dan semuanya berwarna hijau, bukan kuning. Tapi di sini
aku bisa merayap dengan mulus di lantai, dan bahuku pas sekali di sepanjang
bekas gosokan di dinding itu, jadi aku tidak mungkin tersesat.
Astaga, itu John di pintu!
Tidak ada gunanya, anak muda, kau
tak bisa membukanya! Lihat bagaimana ia berteriak dan menghantam! Sekarang ia
berteriak minta kapak. Sayang sekali kalau sampai merusak pintu yang begitu
indah itu!
“John sayang!” seruku dengan
suara paling lembut, “kuncinya ada di dekat tangga depan, di bawah daun
pisang!”
Itu membuatnya diam beberapa
saat. Lalu ia berkata dengan sangat tenang, “Buka pintunya, sayangku!”
“Aku tidak bisa,” jawabku.
“Kuncinya ada di dekat pintu depan, di bawah daun pisang!”
Lalu aku mengulanginya lagi,
berkali-kali, dengan lembut dan perlahan, dan mengatakannya begitu sering
hingga ia akhirnya harus pergi memeriksa. Dan tentu saja ia menemukannya, lalu
masuk.
Ia berhenti di ambang pintu.
“Ada apa ini?” serunya. “Demi
Tuhan, apa yang kau lakukan!”
Aku terus merayap di lantai seperti
biasa, tapi menoleh ke arahnya dari atas bahuku.
“Aku sudah keluar akhirnya,”
kataku, “meskipun kau dan Jane berusaha menghalangiku! Dan aku sudah mengelupas
hampir semua kertasnya, jadi kau tidak bisa mengurungku lagi!”
Astaga, mengapa lelaki itu
pingsan? Tapi memang begitu, ia pingsan tepat di jalanku di dekat dinding, hingga
setiap kali aku merayap mengelilingi ruangan, aku harus merayap di atas
tubuhnya!
Judul Halaman 3 (Kesimpulan)
Ini adalah konten untuk halaman KETIGA atau terakhir.
Tulis kesimpulan Anda di sini...
.jpg)