Cerpen Terjemahan Entri 9
Artikel/konten yang sedang Anda coba akses ini merupakan bagian dari materi premium yang kami siapkan secara khusus untuk komunitas pelanggan kami. Untuk menjaga nilai dan kualitasnya, kami melindunginya dengan kata sandi.
Ini adalah cara kami untuk memastikan bahwa para pelanggan mendapatkan materi terbaik dan paling mendalam yang tidak tersedia di tempat lain.
.
Teman IbukuNura Amin
Abla Safa sangat cantik dan anggun. Ia tidak pernah menikah dan tidak
pernah jatuh cinta, meskipun semua pemuda di lingkungan kami selalu menatapnya
dengan penuh kekaguman. Aku dulu menganggap aneh mengapa ibuku tidak
mengizinkanku berbicara dengannya atau berkunjung ke rumahnya, padahal Abla
Safa tinggal sendirian.
Adapun ibuku, ia sendiri juga tampak tidak begitu berminat berbicara
dengan Abla Safa, meskipun jelas bahwa di setiap rumah di sekitar kami, Abla
Safa memiliki seorang teman perempuan, meskipun bukan teman dekat, entah itu
seorang gadis muda, seorang istri, atau seorang ibu. Ada semacam daya tarik
yang membuat para perempuan ini ingin berteman dengannya, walau Abla Safa tidak
selalu mengunjungi mereka secara teratur.
Suatu hari, ketika aku pulang sekolah bersama ibuku, kami melihat Abla
Safa berdiri di depan pintu gedung apartemen sebelah. Ia sedang menangkupkan
tangannya pada dada pembantu Tante Asmat dan mengeluarkannya dari jubahnya di
tengah hari bolong. Aku hendak memanggil Abla Safa, tetapi ibuku menarik
tanganku begitu keras hingga hampir terkilir, lalu bergegas dengan cemas menuju
apartemen kami.
Aku tidak mengerti mengapa ibuku bertingkah seperti itu. Apakah Abla
Safa menyakiti si pembantu? Atau apakah ia melakukan sesuatu yang memalukan,
sesuatu yang tidak boleh kulihat agar aku tidak masuk neraka? Aku tahu Abla
Safa tidak sedang menyakiti pembantu itu, karena keduanya tampak tenang dan
nyaman. Pembantu Tante Asmat tidak berteriak atau menangis, tidak seperti
setiap hari ketika ia dipukul oleh majikannya. Aku juga tahu bahwa mereka tidak
sedang melakukan hal yang memalukan, karena semua bayi menangkupkan tangan
mereka di dada ibu saat menyusu, bahkan di jalan atau ketika sedang berkunjung.
Jadi, mengapa ibuku terus menangis tersedu-sedu dan melempar
barang-barang di rumah dengan marah, sampai akhirnya Abla Safa datang untuk
berdamai dengannya?
Ketika Abla Safa datang, ia melakukan pada ibuku hal yang sama seperti
yang telah ia lakukan pada pembantu Tante Asmat, kemudian mereka berdua
menghilang ke kamar tidur dan mengunci pintu, baru keluar menjelang tengah
malam, tepat sebelum ayahku pulang dari perjalanan luar negeri.
Yang kutahu hanyalah bahwa setelah itu, Abla Safa berhenti mengunjungi
teman-teman perempuannya yang lain. Ia hanya datang ke rumah kami. Namun
demikian, ibuku tetap tidak mengizinkanku berbicara dengannya.
Mungkin itulah sebabnya hingga kini aku masih bermimpi tentang Abla
Safa, tentang bagaimana ia menangkupkan tangannya pada dadaku dan
mengeluarkannya dari seragam sekolahku, dan seolah-olah dadaku tumbuh dan mekar
di dalam tangannya…
